Selasa, 06 Agustus 2013

Komet ISON, (calon) Komet Terang 2013 dan Sangat Dekat (dengan Mars)

Sebuah komet baru ditemukan Vitali Nevski (Belarus) dan Artyom Novichonok (Russia), sepasang astronom amatir yang memanfaatkan fasilitas teleskop pemantul Santel berdiameter 40 cm dilengkapi kamera CCD di kompleks International Scientific Optical Network (ISON), di dekat Kislovodsk, Russia. Komet tersebut terekam sebagai benda langit amat redup (magnitudo semu +18,8 atau 83 kali lipat lebih redup ketimbang Pluto) dan bergerak amat perlahan di antara bintang-bintang yang menjadi latar belakangnya pada 21 September 2012. Sesuai dengan tata nama yang berlaku untuk penemuan sebuah komet baru, maka komet ini dinamakan sesuai dengan fasilitas tempat ditemukannya sehingga dinamakan komet ISON.
Lengkapnya, komet ini bernama komet C/2012 S1 ISON. Analisis menunjukkan komet ini sebenarnya sempat nongol juga dalam citra-citra hasil bidikan Observatorium Mt. Lemmon dan teleskop Pan-STARRS (Hawaii), masing-masing pada 28 Desember 2011 dan 28 Januari 2012. Namun saat itu belum disadari bahwa bintik cahaya amat redup itu adalah komet.
13490070041234709456
Gambar 1. Komet ISON (di perpotongan garis silang), diabadikan pada 22 September 2012 dengan teleskop pemantul 25 cm pada exposure time 120 detik. Sumber : Remanzacco Observatory, 2012.
Hingga 24 September 2012, para astronom sedunia telah mengorganisir serangkaian observasi hingga 54 kali bagi komet ini. Sehingga diperoleh data yang mencukupi guna mengestimasi bentuk dan karakter orbitnya. Seperti halnya hampir segenap anggota tata surya lainnya, komet ISON juga bergerak mengelilingi Matahari namun dalam orbit yang unik. Jika planet-planet dan asteroid beredar menyusuri orbit yang lonjong, meski kelonjongannya berbeda-beda, maka komet ISON memiliki orbit hiperbola. Karena itu komet ISON hanya akan mendekati Matahari sekali saja sepanjang hayatnya untuk kemudian terbang keluar lingkungan tata surya, terkecuali terjadi gangguan gravitasi (misalnya oleh planet Jupiter maupun Saturnus) yang cukup signifikan yang memaksanya mengubah orbitnya menjadi ellips. Sebagai komet berorbit hiperbola, maka komet ISON tidak memiliki periode orbital dan aphelion (titik terjauh terhadap Matahari), namun memiliki perihelion (titik terdekat dengan Matahari).
Awan Komet Oort
Komet dengan orbit hiperbola dikenal sebagai komet parabolik dan merupakan tipikal komet-komet yang baru saja dihentakkan keluar dari sarangnya di awan komet Oort. Awan komet Oort adalah kawasan yang berisikan kometisimal (bakal inti komet) yang melata di tepian tata surya. Terdapat sekitar 1.000 hingga 10.000 milyar kometisimal menghuni kawasan ini, dengan total massa setara 20 hingga 40 kali lipat massa Bumi kita. Kometisimal-kometisimal tersebut tetap beredar mengelilingi Matahari, namun jika lintasan seluruh kometisimal itu digambarkan dalam peta, maka terlihat kometisimal-kometisimal itu membentuk kawasan menyerupai bola (globular) dengan radius antara 300 hingga 7.500 milyar kilometer dari Matahari. Demikian jauhnya jarak kometisimal-kometisimal tersebut sehingga medan magnetik dan angin Matahari di tidak lagi mampu mendominasinya.
Awan komet Oort merupakan relik proses terbentuknya tata surya yang amat mengesankan, khususnya sepanjang sejarah awalnya. Sebagian kometisimal yang menghuni awan komet ini semula terbentuk di kawasan yang jauh lebih dekat ke Matahari, yakni hanya sedikit lebih jauh dari orbit Neptunus masakini. Namun dengan sangat banyaknya jumlah planetisimal yang terserak di dalam tata surya purba dan gagal membentuk planet, sementara di sisi lain terbentuk pula empat planet besar yakni Jupiter purba, Saturnus purba, Neptunus purba dan Uranus purba (dengan jarak masing-masing dari Matahari 825, 1.230, 1.725 dan 2.130 juta km) maka stabilitas tata surya pun hancur. Reorganisasi besar-besaran di bawah kontrol gaya gravitasi menyebabkan Jupiter purba bergerak mendekat ke Matahari hingga menempati orbitnya sekarang (780 juta km dari Matahari, perubahan jarak 5 %). Sebagai konsekuensinya maka tiga planet besar sisanya dipaksa lebih menjauhi Matahari bersama trilyunan planetisimal disekitarnya. Saturnus purba terdorong menjauh sedikit (saat ini orbitnya sejauh 1.440 juta km dari Matahari, perubahan jarak 17 %).
Namun Neptunus purba dan Uranus purba terdorong lebih jauh secara berbeda sehingga saling bertukar posisi sebagai planet terjauh dari Matahari. Kini Neptunus adalah planet terjauh dari Matahari (saat ini orbitnya sejauh 4.515 juta km dari Matahari, perubahan jarak 162 %) sementara Uranus terdorong hingga sejauh 2.880 juta km (perubahan jarak 35 %). Bergerak menjauhnya Saturnus purba, Neptunus purba dan Uranus purba memaksa kian banyak lagi planetisimal turut terseret menjauhi Matahari. Selanjutnya gravitasi Jupiter bersama dengan Saturnus dan Neptunus yang telah menempati posisi barunya masing-masing secara bersamaan memaksa trilyunan planetisimal yang telah terusir untuk membentuk dua kawasan berbeda: sabuk Kuiper-Edgeworth dan awan komet Ort.
Sebagai konsekuensi dari lokasinya yang berada di tepian tata surya, maka awan komet Oort riskan mengalami gangguan eksternal (gangguan gravitasi dari luar tata surya), misalnya akibat melintasnya sebuah bintang atau awan gas dan debu yang kebetulan melintas dekat tata surya, maupun gangguan gaya pasang surut gravitasi (gaya tidal) dari galaksi Bima Sakti baik dari inti galaksi maupun cakramnya. Gangguann tersebut menyebabkan kometisimal dipaksa keluar dari orbitnya selama ini dan membentuk orbit baru dengan perihelion lebih dekat ke Matahari, bahkan berada di kawasan tata surya bagian dalam. Mekanisme seperti ini ditambah dengan gangguan gravitasi Jupiter menyebabkan kometisimal-kometisimal dari awan komet Oort akan membentuk komet elliptik berperiode panjang (komet dengan orbit ellips dan periode melebihi 200 tahun), komet parabolik (komet dengan orbit parabola) dan komet hiperbolik (komet dengan orbit hiperbola). Dengan orbitnya yang berupa hiperbola, maka bisa dipastikan komet ISON (C/2012 S1) sebelumnya merupakan kometisimal penghuni awan komet Oort.
13490071282135656362
Gambar 2. Orbit komet ISON di antara orbit planet-planet dalam, disimulasikan dengan Starry Night. Sumber : Sudibyo, 2012.
Kandidat Komet Terang
Pada masa kini manusia dapat mendeteksi rata-rata 200 komet baru per tahunnya dengan memanfaatkan serangkaian teleskop yang bekerja secara semi-otomatik. Dan hampir semua komet tersebut adalah komet yang berasal dari awan komet Oort. Namun komet ISON (C/2012 S1) ini sungguh berbeda, karena dibanding komet-komet baru lainnya, perihelionnya amat dekat yakni hanyalah 0,0125 SA atau setara dengan 1,875 juta km. Maka pada saat komet ISON mencapai perihelionnya yang bakal terjadi pada 28 November 2013 mendatang, komet ini akan berjarak hanya 1,875 juta km dari pusat Matahari atau hanya 1,179 juta km dari permukaan Matahari (jari-jari Matahari 696.000 km). Dalam dunia per-komet-an Jarak ini tergolong amat dekat, meski memang tidak belum sanggup memecahkan rekor yang dicetak komet Lovejoy (C/2011 W3) pada Desember 2011 silam, dimana perihelionnya hanya sejauh 131.000 km dari permukaan Matahari.
Kejutan lainnya, pada saat komet ISON (C/2012 S1) ditemukan, posisinya masih sejauh 6,5 SA (975 juta km) dari Matahari atau 6,74 SA (1,01 milyar km) dari Bumi.  Dengan demikian posisi komet saat itu lebih jauh ketimbang orbit planet Jupiter. Jika pada jarak sejauh itu saja komet ISON (C/2012 S1) sudah bisa dideteksi teleskop di Bumi, maka hanya bermakna satu hal: ukuran inti (nucleus) komet ISON (C/2012 S1) cukup besar. Dengan magnitudo absolut sebesar +5,2 maka bisa diperkirakan kalau inti komet ini memiliki diameter sekitar 10 km. Sebagai konsekuensinya, kelak saat mendekati titik perihelionnya dan jika tak ada sesuatu yang di luar kebiasaan terjadi, maka komet ISON (C/2012 S1) bakal sangat terang akibat meningkatnya aktivitas pelepasan gas dan debu dari dalam inti komet seiring kian intensifnya pemanasan dan radiasi Matahari. Dan pada saat mencapai perihelionnya, komet ISON (C/2012 S1) diperkirakan bakal hampir menyamai terangnya Bulan purnama !
1349007193918611331
Gambar 3. Estimasi posisi komet ISON dari hari ke hari jelang dan pasca perihelionnya, perhatikan nilai tingkat terangnya (magnitudo visual atau m1) yang mencapai negatif dan memuncak pada -10,6 seperti ditandai dalam kotak merah. Sumber : Remanzacco Observatory, 2012.
Inilah yang mengagetkan banyak astronom, sehingga komet ISON (C/2012 S1) pun digelari kandidat komet terang 2013 (The Great Comet of 2013). Sebuah komet terang bisa lebih terang dibanding Venus (magnitudo semu -4) dan memiliki ekor sangat panjang merentang di langit. Demikian panjang ekornya sehingga ekor ini masih bisa disaksikan di kaki langit meski kometnya sendiri telah terbenam. Beberapa komet terang misalnya adalah komet Hale-Bopp (ditemukan pada tahun 1995) yang merajai langit selama berbulan-bulan di tahun 1997. Juga tercatat komet McNaught (C/2006 P1) yang menerangi langit dengan demikian spektakuler selama bulan-bulan pertama tahun 2007. Dan yang masih hangat dalam ingatan adalah komet Lovejoy (C/2011 W3), sang komet besar 2011 yang baru ditemukan hanya beberapa hari sebelum mencapai perihelionnya.
Secara teoritis komet ISON (C/2012 S1) bakal bisa dilihat dengan mudah pada siang hari, mengingat estimasi magnitudo semunya mencapai -10. Sebuah benda langit yang sangat terang bisa dilihat di siang hari jika lebih terang dibanding magnitudo semu-4. Dengan demikian komet ISON (C/2012 S1) berpotensi menjadi komet terterang sepanjang setengah abad terakhir setelah kedatangan komet Ikeya-Seki (1965), sekaligus mengalahkan tingkat terang komet Hale-Bopp, McNaught (C/2006 P1) maupun Lovejoy (C/2011 W3). Namun sangat dekatnya posisi Matahari dan komet ISON (C/2012 S1) saat komet mencapai perihelionnya menyebabkan komet susah disaksikan secara langsung, kecuali dengan teknik khusus yang memblokir terangnya cahaya Matahari dengan penghalang tertentu.
Prediksi dengan software Starry Night Backyard v3.1 menunjukkan komet ISON (C/2012 S1) bakal mudah dilihat dengan mata tanpa menggunakan alat bantu optik apapun di antara tanggal 24 November hingga 4 Desember 2013, dengan catatan jika langit cerah tanpa/dengan sedikit taburan awan. Bagi Indonesia, waktu terbaik untuk menyaksikan komet ini adalah di pagi hari jelang Matahari terbit sebelum komet mencapai perihelionnya pada 28 November 2013. Tepatnya saat komet melintas di samping planet Merkurius dan bintang Spica pada selang waktu antara 13 hingga 24 November 2013.
Sangat Dekat dengan Mars
1349007313134033864
Gambar 4. Ekor komet Mc Naught (C/2006 P1) masih terlihat meski kometnya telah terbenam. Hal serupa juga diperkirakan bakal terjadi pada komet ISON, dalam situasi yang lebih spektakuler. Sumber : Pieterse, Astronomical Society-Bloemfontein, 2007.
Dalam sejarah peradaban manusia, kehadiran komet di langit seringkali menggetarkan manusia hingga memunculkan serangkaian tindakan tak terduga, mulai dari sekedar ketakutan, histeria, desas-desus akan bencana dan kiamat hingga kasus bunuh diri. Sebab kehadiran komet sering dianggap sebagai pertanda buruk. Misalnya di Indonesia misalnya, kehadiran komet Ikeya-Seki yang amat terang di langit fajar pada akhir 1965-awal 1966 sering dikait-kaitkan dengan tragedi sosial politik yang dipicu aksi G 30 S dan berujung pada pembantaian massal. Sementara di mancanegara, tragedi terakhir terkait mitos komet terjadi pada akhir Maret 1997 tatkala 39 anggota sekte Heaven’s Gate terlibat bunuh diri massal pada sebuah mansion mewah di San Diego, California (AS).
Sementara faktanya, terlihatnya komet di langit tidak memiliki mekanisme fisis dengan kehadiran bencana alam di Bumi dalam bentuk apapun. Sebuah komet berdiameter 10 km dengan massa jenis 0,8 g/cc memiliki massa sangat kecil dalam konteks tata surya kita, yakni hanya seper seratus juta massa Bulan. Sehingga gravitasinya pun amat lemah, jika komet tersebut melintas pada jarak yang sama dengan jarak Bumi-Bulan, maka gravitasinya hanya akan sebesar seper seratus juta gravitasi Bulan. Demikian lemahnya gravitasi komet sehingga bahkan tidak memiliki kemampuan untuk menjaga dirinya sendiri agar tetap utuh dan tidak pecah. Dan dengan ukurannya yang kecil, komet juga tidak mampu menghasilkan medan magnetiknya sendiri. Sehingga bila suatu komet terlihat di langit, pada dasarnya komet tersebut tak menimbulkan bahaya apapun bagi Bumi, kecuali jika bertumbukan.
Dalam kasus komet ISON (C/2012 S1), meski komet memiliki perihelion sangat dekat dengan Matahari, namun tidak demikian halnya terhadap Bumi. Titik terdekat komet ke Bumi masih sebesar 0,43 SA atau setara dengan 64,5 juta km. Jarak ini hampir menyamai jarak orbit Bumi dengan orbit Venus. Maka tak ada hal yang perlu dikhawatirkan dari pergerakan komet ISON ini khususnya akan potensi benturannya terhadap Bumi, karena probabilitas tumbukan sepenuhnya bernilai nol.
Sebaliknya, komet ISON (C/2012 S1) bakal amat dekat dengan planet Mars. Pada 1 Oktober 2013 komet melintas hanya sejauh 0,073 SA atau setara dengan 10,9 juta km. Namun karena masih tergolong jauh dari Matahari, maka pemandangan yang bakal diperoleh jika komet disaksikan dari permukaan Mars tidaklah spektakuler. Simulasi memperlihatkan pada saat itu komet ISON memiliki magnitudo +2 atau setara dengan bintang redup jika disaksikan dari lokasi pendaratan robot penjelajah Curiosity. Sehingga besar kemungkinan robot ini takkan diprogram untuk turut mengamati komet ISON (C/2012 S1), meski semuanya masih bergantung kepada situasi yang kelak berkembang.
Referensi :
Sudibyo. 2012. Ensiklopedia Fenomena Alam dalam Al-Qur’an, Menguak Rahasia Ayat-Ayat Kauniyah. Surakarta : Tinta Medina.
Sudibyo. 2012. Membatalkan Kiamat 2012, Investigasi Planet Nibiru, Komet Elenin dan Badai Matahari. Yogyakarta: Kafeastronomi.com Publisher. Buku elektronik, http://www.kafeastronomi.com/membatalkan-kiamat-2012.html
Guido, Sostero & Howes. 2012. New Comet, C/2012 S1 (ISON). Remanzacco Observatory, http://remanzacco.blogspot.it/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...